Kapuas Hulu – Bagi pehobi ikan hias, arwana tentu sudah tidak asing lagi di telinga. Dengan bentuk tubuh yang unik, ramping, dan panjang, serta memiliki warna yang sangat cantik, menjadi pilihan isi akuarium dalam memperindah ruangan. Lebih dari itu, arwana yang memiliki harga tinggi seringkali identik dengan prestise dan dipercaya sebagai pembawa keberuntungan.
Salah satu arwana yang menjadi primadona adalah arwana super red (Scleropages formosus) yang merupakan endemik Pulau Kalimantan. Arwana ini menjadi potensi budidaya masyarakat di Kecamatan Suhaid dan Semitau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Namun keberadaannya terancam punah dan tergolong satwa yang dilindungi sehingga perdagangannya diperbolehkan asalkan hasil penangkaran
“Di Suhaid sendiri terdapat 120 kepala keluarga (KK) pembudidaya. Nilai produksi sekitar Rp10,2M pertahun dengan produksi 8500 ekor. Kemudian Semitau itu 150 KK, nilai produksi Rp18M, produksi 15.000 ekor,” kata Dora Mokhzadinova (33) Penyuluh Perikanan.
Memiliki warna yang menawan dan terbilang langka, peminat arwana super red datang dari berbagai kalangan baik dalam maupun luar negeri. Beberapa diantaranya, yakni China, Singapura, Hongkong, dan Taiwan. Harganya pun terbilang fantastis.
“Untuk saat ini anakan arwana super red ukuran 10cm itu Rp1,25-1,3 juta, untuk indukan rata-rata kalau yang ukuran 20cm sekitar Rp8-12 juta, untuk yang ikan hias gak ada keistimewaannya sekitar Rp8-15juta. Kalau yang memiliki keistimewaan bisa sampai ratusan juta,” ungkap Dora.
Keistimewaan yang dimaksud antara lain sirip yang lebih panjang, ada juga ukuran badan yang agak pendek. Contoh yang mudah, untuk ikan yang memiliki umur yang sama dengan ukuran lebih pendek, maka harga jualnya lebih mahal.
Namun menurut Dora, saat ini harga pasar arwana super red sedang turun akibat pandemi. Bahkan, pasar luar negeri, terutama China memiliki regulasi impor tersendiri yang menghambat aktivitas penjualan.
Meskipun mampu memberikan keuntungan yang tinggi, tantangan pembudidaya tidak kalah banyak. Misal pada tahap pengembangbiakan, pembudidaya arwana menggunakan kolam tanah sebagai tempat ikan bertelur. Cuaca yang tidak menentu terutama pada musim hujan dengan intensitas yang tinggi menyebabkan air sungai meluap dan mencemari kolam. Ikan-ikan terancam mati, bahkan hanyut terbawa banjir.
Tantangan lain, pembudidaya harus menyediakan banyak akuarium untuk tahap penetasan hingga pembesaran. Belum lagi untuk perawatan ikan yang sakit membutuhkan akuarium terpisah untuk perawatannya.
Kemudian untuk memastikan arwana berkualitas baik, para pembudidaya harus memberikan pakan alami. Biasanya berupa jangkrik, kodok, belut, ikan rucah, ataupun ulat Hongkong. Namun, semua pakan tersebut perlu diperoleh dengan modal yang tidak sedikit.
Melihat kondisi tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah kepemimpinan Sakti Wahyu Trenggono gencar memberikan dukungan kepada para pembudidaya ikan arwana. Terlebih untuk dua kecamatan, yaitu Suhaid dan Semitau yang memiliki potensi tinggi, telah ditetapkan sebagai Kampung Perikanan Budidaya Arwana. KKP memahami tingginya kebutuhan biaya para pembudidaya. KKP-pun merespon tantangan kebutuhan fasilitas permodalan melalui unit kerjanya, yaitu Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP).
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.